Minggu, 08 Februari 2009

Bedah Buku "Kesehatan Reproduksi remaja (KKR)


Hari minggu ini saya ditugaskan sekolah tuk mendampingi siswa menghadiri acara bedah buku kesehatan reproduksi remaja (KKR) di gedung serbaguna Untung Surapati Pasuruan....Awalnya saya memang tertarik tuk mengikuti acar itu apalagi acara itu ditujukan just muslimah...Waktu saya datang acara belum mulai, ngarettt ampe 1 jam...Panitia sempat panik krn peserta membludak(g nyangka ketemu ukhti2 LDK elektro UM yg jauh2 dr malang tuk mengikuti acr ini)...Awal acara dibuka oleh ketua IBI kabupaten pasuruan, dilanjut oleh pembicara dr.Fizatul Rosyidah(dokter sekaligus penulis)... dr. Faiz membuka acar dengan menyuguhkan beberapa cut video aborsi(Astaghfirullah...hanya itu yg dpt saya ungkapkan....spt itukah wajah2 tak berdosa bayi saat di aborsi..ada yg tak beraturan, ampe ada yg hancur bentuknya...Beri hambamu hidayah Ya Allah agar tak bertambah jumlah bayi tak berdosa yg terbunuh sia-sia). dr Faiz melanjutkan memaparkan data Bahwa sekita 89% siswa SMP dan SMA di kota2 besar sudah pernah melakukan KNPI (kissing, necking, petting, I nya lupa (sama spt ML gt td penjelasannya)), serta Menurut koran Jawa Pos membuktikan jika 62% remaja pernah melakukan masturbasi atau onani, bahkan ada yg mengaku melakukannya 2x sehari...Assataghfirullah...lagi2 hanya kalimat itu yg dpt saya katakan krn saya mengerti dan mendengar kalimat itu saja wkt saya kuliah, nah skrg siswa SMA bahkan SMP sudah byk yg melakukan...Dan yg mengagetkan lagi Diantara para pelajar 96%mengaku pernah dan memiliki jadwal khusu untuk menonton VCD porno bareng...Ya Allah jauhkan Hambamu ini serta umat muslim dr hal2 itu Ya Allah...dr faiz juga memaparkan itu semua terjdi awal mula karena rasa penasaran remaja untuk urusan spt itu yg tinggi, pergaulan yg mendukung, lingkungan, dan tidak dibekali ilmu ttg reproduiksi yg benar dan agama yang kuat...dr faiz juga menuturkan :PEMBERIAN kondom dan penyuluhan yang dilakukan untuk menanggulangi epidemik HIV/AIDS dianggap kurang tepat. Sebab, jumlah penderita HIV/AIDS tidak bias ditekan jika tidak ada pencegahan kemunculan perilaku berisiko sejak dini.Kritikan itu disampaikan dr Faizatul Rosyidah, praktisi dan pemerhati kesehatan yang juga menjadi dokter klinik IAIN Sunan Ampel Surabaya. Menurut Faiz, sapaan akrabnya, selama ini orientasi pemerintah dalam menanggulangi HIV/AIDS hanya untuk mengurangi resiko tertular. “Bukan dengan tegas melindungi generasi yang akan datang dari serangan penyakit ini,” katanya dalam seminar kesehatan Memutus Mata Rantai Penyebaran HIV/AIDS .Terbukti, setiap kali penyuluhan kepada wanita pekerja seks (WPS), waria, gay dan kelompok yang beresiko tinggi tertular, selalu diikuti dengan pembagian kondom. Padahal, pembagian kondom itu justru memicu kelompok berisiko tinggi (risti) untuk tetap melakukan aktivitas free sex. Bahkan, memicu kelompok masyarakat yang jauh dari risti untuk mencoba free sex. “bagaimana tidak tertarik kalau merasa aman hanya dengan kondom”, katanya. Terbukti dari tahun ke tahun, penderita di Indonesia secara umum terus meningkat.
LSM DINILAI PUNYA AGENDA TERSELUBUNG"Hal itu, lanjut dia, sesuai dengan kerusakan pemahaman dan paradigma berpikir tentang kehidupan. Dia juga mengkritisi peran LSM yang mengatasnamakan HIV/AIDS. Nagi dia, LSM-LSM ini justru memiliki agenda terselubung. Sebab, ada begitu banyak kegiatan LSM tersebut yang cenderung bias. Misalnya, pendidikan seks di sekolah-sekolah, kondomisasi dan dual protection, revisi undang-undang yang terkait dengan pornoaksi dan pornografi.

“Pemberian materi seks edukasi dikatakan bias, karena materi itu bermakna ganda”, katanya. Di satu sisi memberi pengetahuan, tetapi di sisi lain cenderung memotivasi keingintahuan remaja untuk terjerumus di dalamnya. Terutama jika diberitahu ada langkah-langkah yang bias mencegah kehamilan atau resiko dari free sex. “Termasuk mengatakan bahwa semuanya aman jika pakai kondom. Itu kan salah,” tambahnya.Padahal, masalah HIV/AIDS adalah masalah yang berkaitan dengan masalah perilaku yang harus diselesaikan dengan solusi yang komprehensif. Sekaligus integratif dalam perspektif Islam. “Soalnya kalau tidak ada perimbangan solusi alternative religius, percuma saja, tidak akan menyelesaikan masalah,” kata perempuan yang juga menjadi konsultan remaja dan pendidikan anak di sebuah radio di Surabaya ini.

Perimbangan itu nantinya bias menjadi awal untuk mencegah kemunculan perilaku beresiko sejak dini. Sekaligus untuk memberantas perilaku beresiko yang menjadi penyebabnya. Buktinya, lanjut dia, hingga saat ini selalu ditemui kasus baru. “Kita harus berusaha agar jangan sampai ada kasus baru. Itu harus menjadi paradigma berpikir kita,” katanya. Selama paradigma itu tidak ada, mustahil penanggulanagn itu bias terwujud.

Faiz mengatakan, pelegalan tempat-tempat prostitusi, dan kelab malam di beberapa daerah justru menjadi pemicu adanya seks bebas. Dia juga menolak pendapat bahwa penutupan lokalisasi justru menjadi ajang transaksi seks di sembarang tempat. “Itu tidak akan terjadi jika ada pemberlakuan dan penegakan hukum yang jelas,” katanya. Seharusnya, setelah melakukan penutupan lokalisasi, pemerintah harus waspada dengan kemungkinan WPS beroperasi di sembarang tempat.

Selain itu, Faiz juga meminta pemerintah tidak menempatkan HIV/AIDS eksklusif dibanding penyakit lain. Keeksklusifan itu terwujud dari penyembunyian identitas penderita.

“Buka saja identitasnya, sehingga tidak sampai menulari orang lain. Kalau sembunyi-sembunyi, orang lain kan tidak tahu,” katanya. Sehingga besar kemungkinan para penderita itu tetap menjalin hubungan dengan orang sehat.

Intinya jika akses remaja untuk menjadi g bener sangat terbuka lebar, dan peran orang tua sangat penting dalam memberi batasan serta wawasan terhadap anak, sering2 mengajak sharing anak agar lebih terarah dlm bergaul...Luangkan waktu untuk anak apalagi saat mereka remaja, saat mereka mencari jati diri, perkenalkan mereka dgn syariat islam yg menenangkan dan bentengi mereka dgn ilmu agama yg kuat...Insya Allah Allah kan melindungi dan batin anak akan merasa tenang...

Tidak ada komentar: